TALKHIS SIFAT SHALAT DAN SUJUD SAHWI

Tuntunan singkat

Sifat Shalat Nabi shallallahu’alaihiwasallam
Karya :
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al





Disertai
Tuntunan sujud sahwi dan Bimbingan shalat bagi orang sakit
karya
 Syaikh Muhamad bin Sholih Al Utsaimin




Penerbit Al Mubarak








Daftar Isi
              Tata Cara Shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
v  Menghadap kiblat ------------
v  Berdiri ------------------------
v  Wajibnya sutrah ------------
v  Ukuran sutrah ---------------
v  Haram melintas di depan orang shalat --------------
v  Perkara yang membatalkan shalat
v  Niat
v  Takbir
v  Khusu’
v  Bacaan
v  Bacaan Makmum
v  Al Fatihah setiap rakaat
v  Ruku
v  Tata cara ruku
v  Sujud
v  Turun tangan lebih dulu
v  Duduk Istirahat
v  Duduk tasyahud
v  Menggerakkan jari telunjuk
v  Bentuk bacaan tasyahud
v  Qunut Nazilah
v  Qunut witir dan dalilnya
v  Tasyahud akhir dan tawaruk
v  Salam Macam-macam kekeliruan
           






Judul Asli:
Talkhis Shifat Shalat Nabi shallallahu’alaihiwasallam

Penulis:
Al Allamah Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani

Judul Terjemahan:
Tuntunan Singkat Sifat Shalat Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam

Penerjemah:
Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak Ata

Penerbit Al Mubarak
Kp. Cikalagan Rt.02/10 Cileungsi Bogor 16820 ((021)




بسم الله الرحمن الرحيم
Kata Pengantar

Alhamdulillah, Penerbit Al Mubarak dapat kembali menghadirkan buku-buku terjemahan untuk kaum muslimin. Mudah-mudahan akan semakin menambah wawasan ilmu dan amal bagi kita semua.
Alasan diterbitkannya buku ini adalah karena banyaknya permintaan dari shahabat-shahabat kami untuk menerjemahkan kitab shalat nabi yang ringkas, karena banyak sekali masyarakat kita yang membutuhkan tuntunan praktis dalam pelaksanaan shalat.
Kemudian kami tambahkan dengan masalah thoharah dan tuntunan shalat bagi orang sakit sebagai penyempurna dan menambah faedah bagi pembaca.
            Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi kaum muslimin dan termasuk amal shalih yang di terima oleh Allah, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada istri kami yang terus memberikan dorongan semangat dan kemudian kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya buku ini, Kritik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan buku ini.Semoga Allah meridhai kita semua. Aamin.

    



  





                                           

بسم الله الرحمن الرحيم


MUQADIMAH PENULIS

Segala puji hanya bagi Allah, kita memuji, memohon pertolongan dan memohon ampun kepada-Nya. Kepada Allah jualah kita berlindung dari segala kejelekan diri dan amal kita. Sesungguhnya barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada ada yang mampu menyesatkannya. Demikian pula barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka tiada yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
            Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah. Tiada satupun sekutu bagi-Nya. Demikian pula, aku bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan-Nya.

            Saudaraku Ustadz Zuhair Sawes pemilik penerbit Maktabah Islamiyah memintaku untuk meringkas, merangkum kitabku: “Shifat shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam minat takbir ilat taslim kaannaka taraaha”, serta mendekatkan pemahamannya kepada orang awam.
            Karena aku menganggapnya sebagai permintaan yang diberkahi dan sesuai dengan apa yang ada dalam benakku sejak lama, dan sudah sejak lama aku dengar permintaan seperti ini dari teman ataupun saudaraku. Permintaan itupun memberikan dorongan semangat bagiku untuk menyisihkan sedikit waktu yang padat dikarenakan banyaknya tugas ilmiyah. Akupun bersegera untuk mewujudkan permintaan ini sebatas kemampuan dan kesanggupanku, seraya memohon kepada Allah Ta’ala untuk menjadikannya ikhlas untuk wajah-Nya dan bermanfaat bagi saudaraku muslimin.
Aku telah membawakan tambahan faedah dari kitab: ”Shifat shalat” yang baru aku ingat dan aku anggap baik untuk menyebutkannya di tengah kitab Talkhis ini. Sebagaimana akupun memberikan perhatian khusus untuk menjelaskan beberapa lafadh yang ada di dalam kalimat hadits atau dzikir.
Aku membuat judul inti dan banyak sub judul untuk lebih memperjelas.
Aku jelaskan pula semua masalah dengan hukumnya rukun atau wajib. Yang aku diamkan berarti hukumnya sunnah, sebagiannya ada kemungkinan wajib akan tetapi menetapkannya sebagai hal yang berhukum wajib atau sunnah menafikan tahqiq ilmiyah.
Rukun adalah satu perkara yang sempurna satu amalan dengan keberadaannya, dan jika tidak ada [tidak di amalkan] batallah amalan tersebut. Seperti ruku dalam shalat. Ruku adalah rukun shalat, jika shalat tidak ada rukunya batallah shalat tersebut.
Syarat adalah seperti rukun akan tetapi tidak termasuk rangkaian tata cara amalan tersebut. Seperti wudhu dalam shalat. Shalat tidak sah jika tidak dengan wudhu.
Wajib adalah perkara yang ada perintahnya di dalam Al Qur’an dan Sunnah tetapi tidak ada dalil yang menunjukkan rukun atau syarat, diberi pahala jika mengerjakannya dan di siksa orang yang meninggalkannya kecuali ada uzdur
Yang sama dengan wajib adalah “Fardhu”  yang membedakan keduanya adalah istilah baru yang tidak ada dalilnya.
            Sunnah adalah perkara ibadah yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam rutini atau beliau sering melakukannya, akan tetapi tidak diperintahkan dengan perintah wajib. Orang yang melakukannya dapat pahala dan yang meninggalkannya tidak siksa atau di cela.
            Adapun hadits yang disebutkan para muqallidin dan di nisbatkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Barang siapa yang meninggalkan sunnahku tidak akan mendapat syafaatku”, Tidak ada asalnya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika hadits tersebut tidak ada asalnya maka tidak boleh di nisbatkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi bersabda: “Barang siapa yang berkata atas namaku sesuatu yang tidak aku ucapkan maka persiapkanlah tempat duduknya di neraka”
Sebagai tambahan, aku ingin menegaskan bahwasanya dalam menulis buku ini aku tidak mengikuti mazhab tertentu dari mazhab yang empat, akan tetapi aku mengikuti jalannya ahlul hadits yang senantiasa berpegang dengan hadits yang shahih. Oleh karena itu mazhab mereka lebih kuat dari yang lainnya, sebagaimana dipersaksikan oleh oleh orang-orang yang adil dari semua mazhab, diantara mereka adalah Al Allamah Abul Hasanat Allaknawi Al Hanafy yang berkata:
“Bagaimana tidak demikian, mereka adalah pewaris nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang hak, penjaga syariat yang jujur, mudah-mudahan Allah mengumpulkan kita dalam golongan mereka, serta mematikan kita dalam keadaan mencinta dan diatas jalan mereka”.

Mudah-mudahan Allah merahmati Imam Ahmad yang berkata:
Agama nabi Muhammad adalah khabar (hadits)
Sebaik-baik kendaraan pemuda adalah atsar

Janganlah kalian membenci hadits dan ahli hadits
Akal pikiran adalah malam hadits adalah siang

Mungkin pemuda bodoh tentang petunjuk
Padahal matahari terbit menyinarkan cahaya


Damaskus 16 shafar 1396 H
Muhammad Nashiruddin AlBani








1- Menghadap Kiblat

1.      Wahai muslim jika engkau hendak mendirikan shalat, menghadaplah ke ka’bah di manapun engkau berada. Dalam shalat wajib ataupun sunnah, ini merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun shalat yang tidak sah shalat kecuali dengan melakukannya.
2.    Kewajiban menghadap kiblat gugur dari orang yang dalam keadaan berperang, ketika shalat khauf dan peperangan yang dahsyat
·   Dan juga gugur dari orang yang tidak mampu menghadap kiblat seperti orang yang sakit, dan ketika shalat di atas perahu, mobil, atau kereta jika seseorang khawatir habisnya waktu shalat
·   Dan (gugur juga kewajiban menghadap kiblat-pent) dari orang yang shalat sunnah atau witir dalam keadaan berjalan di atas kendaraan tunggangan atau yang lainnya. Disunnahkan atasnya -kalau memung kinkan-  untuk menghadap kiblat ketika takbiratul ihram, kemudian menghadap ke mana saja arah kendaraannya
3.     Wajib atas setiap orang yang melihat ka’bah untuk menghadap langsung ke ka’bah, adapun yang tidak melihat cukup menghadap arah ka’bah



Hukum shalat tidak menghadap ka’bah karena keliru

4.      Jika seseorang shalat tidak menghadap ka’bah karena mendung atau lainnya setelah bersungguh-sungguh mencari arah kiblat maka sah shalatnya dan ia tidak perlu mengulang
5.       Jika datang kepadanya orang yang terpercaya ketika ia sedang shalat, dan mengabarkan arah kiblat yang benar, maka dia harus menghadap kiblat (Yang ditunjukkan-pent) tersebut dan shalatnya sah




2- Berdiri
6.            Wajib atasnya shalat dengan berdiri dan ini adalah rukun, kecuali atas:
·               Orang yang shalat khauf dan perang yang dahsyat, boleh bagi dia shalat dengan berkendaraan. Juga orang yang sakit dan tidak mampu berdiri dia bisa shalat dengan duduk jika mampu, kau tidak mampu boleh shalat dengan berbaring. Tidak wajib juga bagi orang yang shalat sunnah, jika mau boleh shalat dengan berkendaraan atau duduk, sujud dan ruku’nya dengan isyarat kepala. Demikian juga orang yang sakit ia berisyarat menjadikan isyarat sujudnya lebih rendah dari ruku’
7.            Orang yang shalat dengan duduk tidak diperbolehkan meletakkan sesuatu yang tinggi di atas lantai sebagai tempat sujud, tetapi ia hendaknya menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya sebagaimana kami sebutkan, ini jika dia tidak mampu menyentuh lantai dengan keningnya


Shalat di perahu dan pesawat
8.            Dibolehkan shalat wajib di perahu (kapal laut) demikian juga di Pesawat
9.            Dia boleh shalat dengan duduk jika khawatir jatuh
10.        (Orang yang shalat di atas perahu, kapal laut atau Pesawat) dibolehkan bertelekan ketika berdiri kepada tiang ataupun tongkat, karena sudah tua atau karena telah lemah badannya

Mengumpulkan antara Berdiri dan duduk
11.        Dibolehkan shalat malam berdiri atau duduk walaupun tidak ada udzur, atau menggabungkan keduanya yakni shalat kemudian membaca dengan duduk sebelum ruku berdiri kemudian membaca sisa ayat yang akan dibaca dengan berdiri, setelah itu ruku dan sujud dan kemudian melakukan hal damikian itu di rakaat berikutnya
12.        Jika shalat dengan duduk maka duduknya bersila atau dengan posisi duduk bagaimana saja yang ia bisa tenang dengannya

Shalat dengan memakai sandal
13.        Dia dibolehkan shalat tanpa memakai sandal sebagaimana dibolehkan pula shalat dengan memakai sandal
14.        Yang afdhal shalat itu kadang pakai sandal kadang dengan tidak memakainya, yang termudah yang bisa dilakukannya Tidak boleh memberatkan diri memakai atau melepasnya ketika mau shalat. Jika dia dalam keadan tidak memakai sandal hendaknya shalat dengan demikian dan jika dalam keadaan memakai sandal shalatlah dengan memakainya kecuali jika ada masalah yang insidentil
15.        Jika melepas sandalnya janganlah diletakkan disebelah kanan, tapi letakkanlah disebelah kirinya jika tidak ada yang shalat disisi kirinya, apabila di sebelah kirinya ada yang shalat letakkanlah diantara dua kakinya, demikian yang shahih perintah dari Rasulullah Shlallahualaihi wasallam[1]





Shalat di atas mimbar
16.        Imam diperbolehkan shalat di tempat yang tinggi seperti halnya mimbar dalam rangka mengajari manusia. Berdiri, bertakbir membaca dan ruku di atas mimbar kemudian turun sambil mundur hingga memungkinkannya sujud tepat di bawah mimbar, setelah itu kembali ke atas mimbar. Dia lakukan pada rakaat yang lain seperti ia lakukan pada rakaat pertama.



Kewajiban shalat menghadap sutrah dan dekat darinya
17.        Wajib shalat menghadap sutrah, tidak ada perbedaan antara mesjid dan lainnya, juga tidak ada perbedaan antara mesjid besar atau lainnya berdasarakn keumuman hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Janganlah shalat kecuali dengan menghadap sutrah dan janganlah biarkan seorang lewat dihadapanmu, jika dia tidak mau di cegah perangilah karena bersamanya qarin”Yakni syaithan
18.        Wajib hukumnya dekat dengan sutrah karena perintah nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berbuat demikian
19.        Jarak tempat sujud nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan tembok yang dihadapannya ketika shalat kira-kira seluas kambing bisa lewat. Barang siapa yang melakukan demikian, maka dia telah melakukan kewajiban dekat dengan sutrah[2]


Ukuran sutrah
20.        Sutrah wajib yang tinggi dari permukaan bumi kira-kira satu atau dua jengkal, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل ولايبال من مر وراء ذلك
Artinya: “Jika salah seorang dari kalian meletakkan di hadapannya seperti muarahital rahl[3], maka shalatlah dan jangan pedulli orang yang lewat dihadapan sutrahnya”

21.        Langsung menghadap sutrah (tegak lurus), karena itulah yang dhahir dari perintah shalat menghadap sutrah. Adapun bergeser ke arah kanan atau kiri sutrah hingga tidak tepat menghadapnya, tidak ada dalilnya
22.        Dibolehkan shalat menghadap tongkat atau benda lainnya yang di tancapkan di bumi, boleh pula menghadap pohon dan tiang, atau menghadap wanita yang sedang berbaring di ranjang dengan berselimut juga boleh menghadap kendaraan tungggangan onta dan sejenisnya
23.        Tidak boleh shalat menghadap kuburan secara mutlak. Kuburan nabi ataupun yang lainnya







Haramnya melintas di hadapan orang shalat walaupun di masjidil haram
24.        Tidak boleh melintas dihadapan orang yang shalat yang dihadapannya ada sutrah, tidak ada perbedaan dalam masalah ini antara masjidil haram dan lainnya. Semuanya tidak diperbolehkan, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
: لو يعلم المار بين يدي المصلي ماذا عليه لكان أن يقف أربعين خيرا له من أن يمر بين يديه
Atinya: “Jika orang yang lewat dihadapan orang yang shalat mengetahui dosa yang menimpanya (jika lewat melintasi orang shalat) niscaya ia berhenti selama empat puluh lebih baik dari pada lewat dihadapannya” yakni lewat diantara dia dan tempat sujudnya[4]








Seorang yang shalat wajib mencegah orang yang melintas di hadapannya walaupun di masjidil haram
25.        Seorang yang shalat dengan memakai sutrah janganlah membiarkan seseorang lewat dihadapannya. Berdasarkan hadits tadi: “Jangan kau biarkan seseorang lewat di hadapanmu . .  . “. Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika seseorang shalat menghadap sesuatu yang menjaganya dari orang lewat, kemudian ada seseorang hendak lewat dihadapannya maka hendaklah di tolak di lehernya, cegahlah dengan segenap kemampuan,” Dalam satu riwayat: “cegahlah dua kali, jika tidak mau perangilah karena bersamanya qarin”


Melangkah kedepan dalam rangka mencegah orang yang lewat
26.        Dibolehkan maju selangkah atau lebih dalam rangka mencegah lewatnya yang tidak mukallaf, seperti binatang tunggangan atau anak kecil, hingga mereka bisa lewat belakangnya



Yang membatalkan shalat
27.        Diantara pentingnya sutrah dalam shalat adalah menghalangi orang yang shalat dari kerusakan shalat dengan sebab adanya yang lewat di  hadapannya. Berbeda jika seseorang shalat tidak memakai sutrah karena shalatnya akan batal dengan sebab lewat di hadapannya seorang wanita yang telah balig, keledai dan anjing hitam


Niat
28.        Seorang yang shalat haruslah berniat shalat yang akan dia lakukan serta menentukannya, seperti shalat fardu dhuhur, ashar, atau sunnah keduanya. Niat adalah syarat atau rukun, adapun melafadzkan niat dengan lisan adalah bid’ah menyelisihi sunnah. Tidak pernah diajarkan oleh para imam yang diikuti oleh para muqallidin




Takbir
29.        Kemudian membuka shalat dengan ucapan  (الله أكبر), ini adalah rukun. Berdasarkan sabda rasulullah shalallhualaihiwasallam:
مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم
Artimya: “Pembuka shalat adalah bersuci, pengharamnya[5] takbir dan penghalalnya adalah salam”

30.        Tidak mengeraskan suaranya ketika bertakbir dalam semua shalat, kecuali jika menjadi imam
31.        Dibolehkan menyampaikan takbirnya imam kepada makmum yang lain jika ada sebab yang mengharuskannya, seperti karena imamnya yang sakit, atau suaranya pelan, atau karena banyaknya orang yang shalat dibelakang imam
32.        Makmum tidaklah bertakbir kecuali setelah imam selesai dari takbirnya

Mengangkat dua tangan dan tata caranya
33.        Mengangkat dua tangannya berbarengan dengan takbir, sebelumnya atau boleh juga setelahnya. Semuanya ada didalam sunnah
34.        Mengangkat dua tangan dalam keadaan jari-jarinya di bentangkan
35.        Meletakkan dua telapak tangannya sejajar dengan dua bahunya dan kadang-kadang dilebihkan hingga sejajar dengan dua ujung telinganya[6]

Meletakkan dua tangan dan tatacaranya
36.        Kemudian meletakkan tangan kanannya diatas tangan setelah takbir. Ini merupakan sunnah para Nabi alaihi shalatu wasallam. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya kepada para shahabat, tidak boleh menselonjorkan dua tangannya (tidak diletakkan didada)
37.        Meletakkan tangan kanan di punggung telapak tangan, pergelangan dan bagian bawah tangan kirinya.
38.        Terkadang menggenggamkan tangan kirinya dengan tangan kanan[7]

Tempat meletakkan tangan
39.        Meletakkannya di dada saja. Pria dan wanita hukumnya sama[8]
40.        Tidak diperbolehkan meletakkan tangan kanan di pinggangnya

Khusyu’ dan memandang tempat sujud
41.        Seorang yang shalat wajib khusyu’ dalam shalatnya. Semua perkara yang melalaikannya dari khusyu’ seperti hiasan atau ukiran hendaknya dijauhi. Janganlah shalat ketika sudah dihidangkan makanan dalam keadaan sudah menginginkannya atau sangat ingin buang air besar ataupun air kecil.
42.        Ketika berdiri dia melihat ke tempat sujudnya
43.        Tidak boleh menoleh ke kanan atau kekiri karena menoleh itu adalah curian, syaithan mencuri dari shalatnya hamba
44.        Tidak diperbolehkan melayangkan pandangan ke atas

Doa istiftah
45.        Kemudian membaca sebagian doa-doa iftitah yang ada dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, doa iftitah jenisnya banyak. Yang paling masyhur adalah:
         “Subhakallahumma wabihamdika wa tabaraka ismuka wata’la jadduka wala ilaha ghoiruka”
         Telah ada perintah untuk membacanya sehingga harus di lakukan dengan rutin[9]

Membaca Alfatihah dan Surat lainnya
46.        Kemudian membaca ta’awudz. Hukumnya wajib, berdosa jika meninggalkannya
47.        Yang sunnah kadang membaca: “Audzubillah minas syaithanirrajim min hamzihi wanafkhihi wanaftsihi” (An nafs) adalah syair syaithan yang tercela
48.        Kadang membacanya: “Audzubillahis sami’il alim  minas  syaithanirrajim . .”dst
49.        Kemudian membaca dengan pelan ketika shalat jahriyah ataupun shalat siriyah: “Bismillahirahmanirrahim”


Membaca Al Fatihah
50.        Kemudian membaca Surat Alfatihah dengan sempurna – Basmalah adalah salah satu ayatnya-. Membaca surat al fatihah adalah rukun shalat, tidak sah shalat kecuali dengan membacanya. Maka orang – orang ‘ajam (bukan arab) wajib menghafalnya
51.        Barang siapa yang tidak mampu menghafalnya, cukup baginya membaca: “Subhanallah, walhamdulillah, wa laailahaillah, Allahuakbar walaa haula walaa quwata illa billah”
52.        Yang sunnah ketika membaca surat al fatihah itu dengan memutusnya ayat demi ayat. Berhenti disetiap akhir ayat. Membaca “Bismillahirrahmanirrahim” kemudian berhenti. Membaca “Alhamduliilahirabbil’alamin” kemudian berhenti. Membaca “Arrahmanir rahim” kemudian berhenti. Membaca “Maliki yaumiddin” kemudian berhenti. Demikianlah seterusnya.
Demikianlah bacaan yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semuanya. Berhenti disetiap akhir ayat, tidak menyambung dengan ayat selanjutnya, walaupun maknanya berkaitan
53.        Boleh membaca “Maaliki” atau “Maliki”



Bacaan Makmum
54.        Seorang makmum wajib membaca surat al fatihah dalam shalat sirriyah. Dan juga dalam shalat jahriyah, jika tidak mendengar bacaan imam, atau imam diam sesaat setelah membaca alfatihah,  memberikan kesempatan makmum untuk membacanya. Walau kami berpendapat bahwa diamnya imam seperti ini tidak ada dalam sunnah[10]

Bacaan setelah surat al fatihah
55.        Disunnahkan membaca surat yang lain atau membaca beberapa ayat di dua rakaat pertama, setelah membaca surat al fatihah, walaupun dalam shalat jenazah.
56.        Kadang memanjangkan bacaan setelah surat al fatihah, dan kadang memendekkannya, karena sebab safar (sedang dalam perjalanan), batuk, sakit atau mendengar tangisan anak kecil
57.        Panjangnya bacaan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan shalatnya. Bacaan di shalat shubuh paling panjang dibandingkan shalat-shalat yang  lainnya. Kemudian dhuhur, ashar, isya  dan kemudian maghrib. Ini yang sering dilakukan (Rasulullah-Pent)
58.        Bacaan dalam shalat malam lebih panjang dari semua shalat tersebut
59.        Yang sunnah memanjangkan rakaat pertama lebih panjang dari rakaat kedua
60.        Menjadikan bacaan di dua rakaat terakhir lebih pendek dari dua rakaat pertama kira-kira setengahnya[11]

Membaca al Fatihah di setiap rakaat
61.        Wajib membaca surat Al fatihah di setiap rakaat
62.        Disunnahkan juga ditambah dengan surat lain di dua rakaat terakhir
63.        Imam tidak boleh membaca lebih panjang dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena itu akan memberatkan orang di belakangnya (makmum) yang sudah tua umurnya, atau sakit atau wanita yang masih menyusui atau orang yang punya kebutuhan

Mengeraskan dan memelankan bacaan
64.        Bacaan dikeraskan dalam shalat shubuh, jum’at, shalat idul fithri dan idul adha, istisqa, shalat kusuf (gerhana), serta dua rakaat pertama shalat maghrib dan Isya. Dan dipelankan bacaan dalam shalat dhuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta rakaat terakhir dari shalat Isya
65.        Imam dibolehkan memperdengarkan ayat dalam shalat siriyah, tetapi ini dilakukan kadang-kadang
66.        Adapun shalat witir dan shalat malam, kadang pelan dan kadang keras dalam membacanya. Tetapi tidak terlalu keras ketika menjaharkannya


Membaca dengan Tartil
67.        Yang sunnah Al Qur’an dibaca dengan tartil, tidak terburu atau tergesa-gesa. Akan tetapi dibaca dengan jelas huruf demi huruf. Memperindah Al Qur’an dengan suaranya. Membaguskan bacaannya sesuai dengan hukum-hukum yang ma’ruf disisi ahli ilmu tajwid. Tidak boleh membacanya dengan irama yang dibuat-buat dan jangan juga membaca Al Qur’an dengan nada musik




Mengingatkan Imam
68.        Seorang makmum disyariatkan mengingatkan imamnya, jika lupa dalam membaca Al Qur’an

Ruku
69.        Jika berhenti dari membaca, berhenti sejenak sekadar bisa menenangkan jiwanya
70.        Kemudian mengangkat dua tangannya sesuai dengan cara dalam takbiratul ihram
71.        Kemudian takbir, ini hukumnya wajib
72.        Kemudian ruku selama waktu bisa tegak sendi-sendinya, sehingga setiap anggota badan mengambil tempatnya masing-masing. Ini adalah rukun.

Tata Cara Ruku
73.        Meletakkan dua tangan di dua lututnya, memantapkan serta menekankan pada keduanya, merenggangkan antara jari-jarinya seakan menggenggam dua lututnya. Ini semuanya hukum adalah wajib
74.        Meluruskan dan mendatarkan punggungnya, hingga kalau air dituangkan dipunggungnya bisa diam. Inipun hukumnya wajib
75.        Jangan menundukkan dan juga jangan mendongakkan kepalanya, akan tetapi  sejajar dengan punggungnya
76.        Menjauhkan dua siku dari dua lambungnya
77.        Membaca dalam ruku’nya: “Subhanarabbiyal A’dhim” tiga kali atau lebih[12]

Menyamakan semua rukun
78.        Diantara sunnah, menyamakan lama diantara rukun-rukun. Menjadikan rukunya, berdirinya dari ruku, sujudnya, duduknya diantara dua sujud hampir sama lamanya
79.        Tidak boleh membaca Al Qur’an ketika ruku dan sujud

I’tidal ketika ruku’
80.        Kemudian mengangkat tulang punggungnya dari ruku
81.        Membaca ketika ditengah i’tidal: “Sami’allah hulimanhamidah,”. Ini hukumnya wajib
82.        Mengangkat dua tangannya ketika i’tidal dengan cara yang telah disebutkan
83.        Kemudian berdiri i’tidal dengan tuma’ninah, hingga setiap tulang mengambil tempatnya. Ini adalah rukun
84.        Ketika berdiri i’tidal membaca: “Rabbana walakal hamd”[13].  Ini wajib atas setiap orang yang shalat walaupun makmum,[14] karena ini adalah wirid ketika berdiri, adapun tasmi’ (ucapan sami’Allahu liman hamidah-pent) adalah wiridnya i’tidal
85.        Menyamakan lamanya berdiri dan ruku sebagaimana penjelasan yang telah lewat

Sujud
86.        Kemudian berkata: (الله أكبر)
Hukumnya adalah wajib
87.        Kadang mengangkat dua tangannya

Turun dengan bertumpu pada dua tangan
88.        Kemudian turun sujud bertumpu dengan dua tangan. Dua tangan diletakkan sebelum dua lututnya. Demikianlah Rasulullah memerintahkan dan demikian pula yang shahih dari perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau melarang menyerupai duduknya onta karena onta duduk dengan dua lututnya dulu yang ada di bagian depan kakinya
89.        Apabila sujud -sujud adalah rukun- bertumpu dengan dua telapak tangannya serta membentangkannya
90.        Merapatkan jari-jarinya
91.        Menghadapkannya ke kiblat
92.        Meletakkan dua telapak tangannya setentang dengan dua pundaknya
93.        Kadang meletakkannya setentang dua telinga
94.        Mengangkat tangannya dari lantai. Ini wajib. Jangan menghamparkannya seperti anjing
95.        Menempelkan kening dan hidungnya ke lantai. Ini adalah rukun
96.        Juga menempelkan dua lututnya ke lantai
97.        Demikian juga ujung-ujung telapak kakinya
98.        Menegakkan dua telapak kakinya. Ini semua adalah wajib
99.        Menghadapkan ujung-ujung jarinya ke kiblat
100.    Merapatkan dua tumitnya

I’tidal dalam sujud
101.    Wajib atasnya untuk i’tidal dalam sujudnya, yaitu dengan cara bertumpu dengan tumpuan yang sama diseluruh anggota sujudnya. Yaitu (bertumpu) pada kening dan hidung bersamaan, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung telapak kaki
102.    Barang siapa yang dalam sujudnya telah i’tidal seperti ini maka ia telah tuma’ninah. Tuma’ninah dalam sujud juga adalah rukun
103.    Berkata dalam sujudnya: “Subhanarabiyal a’la” tiga kali atau lebih[15]
104.    Disunnahkan banyak berdoa ketika sujud karena ketika itu adalah waktu mustajab
105.    Menjadikan lamanya sujud hampir sama dengan ruku, sebagaimana telah dijelaskan
106.    Dibolehkan sujud di tanah (lantai) dan boleh juga dengan menggunakan hamparan yang menghalangi lantai dengan kening, baik berupa kain, tikar, permadani atau yang semisalnya
107.    Tidak boleh membaca Al Qur’an ketika sujud

Iftirasy dan Iqa’ pada duduk diantara dua sujud
108.    Kemudian mengangkat kepalanya dengan bertakbir dan ini adalah wajib
109.    Mengangkat dua tangannya kadang-kadang
110.    Kemudian duduk dengan tuma’ninah sehingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Ini adalah rukun
111.    Menghamparkan kakinya yang kiri dan duduk diatasnya. Ini adalah wajib
112.    Menegakkan telapak kaki kanannya
113.    Menghadapkan jari-jarinya ke kiblat
114.    Kadang-kadang boleh juga dengan duduk iq’a yaitu menegakkan ujung dua telapak kaki dan kemudian duduk di dua tumit
115.    Berdoa ketika duduk diantara dua sujud ini: “Allahummaghfirli Warhamni Wajburni Warfa’ni Waafini Warzuqni”
116.    Kalau mau boleh membaca: “Rabbighfirli Rabbighfirli”
117.    Melamakan duduk ini hingga hampir sama dengan sujudnya

Sujud kedua
118.    Kemudian takbir. Hukumnya wajib
119.    Dan kadang mengangkat kedua tangannya
120.    Kemudian sujud yang kedua, inipun hukumnya rukun
121.    Dia lakukan seperti sujud yang pertama



Duduk Istirahat
122.    Jika mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua dan hendak bangkit kerakaat kedua wajib untuk bertakbir
123.    Dan kadang mengangkat kedua tangannya
124.    Duduk lurus dan tegak dikakinya yang kiri sebelum bangkit, hingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing

Rakaat kedua
125.    Kemudian bangkit kerakaat kedua bertumpu ke lantai dengan dua tangannya yang terkepal -sebagaimana mengepalnya orang yang membuat adonan-. Ini adalah rukun
126.    Dia lakukan seperti di rakaat pertama
127.    Akan tetapi tidak membaca doa iftitah
128.    Menjadikan rakaat kedua ini lebih pendek dari rakaat pertama

Duduk tasyahud
129.    Jika selesai dari rakaat pertama duduk tasyahud. Ini hukumnya wajib
130.    Duduk iftirasy sebagaimana ketika duduk diantara dua sujud
131.    Akan tetapi tidak boleh duduk iq’a
132.    Meletakkan telapak tangannya yang kanan di paha dan lututnya yang kanan, ujung sikunya yang kanan di paha kanan tidak menjauh darinya
133.    Membentangkan telapak tangan kirinya di paha dan lutut yang kiri
134.    Tidak boleh duduk bersandar dengan tangannya, khususnya tangan kiri

Menggerakkan telunjuk dan melihat kepadanya
135.    Mengepalkan semua jari tangan kanannya dan kadang meletakkan ibu jari di atas jari tengahnya
136.    Kadang membuat lingkaran (yakni ibu jari dan jari tengah tersebut)
137.    Berisyarat dengan telunjuknya ke arah kiblat
138.    Melayangkan pandangannya ke telunjuk tersebut
139.    Menggerak-gerakkan telunjuk tersebut dan berdoa dari awal tasyahud hingga akhir
140.    Tidak boleh berisyarat dengan telunjuk kirinya
141.    Dan ini dilakukan dalam semua tasyahud


Bentuk tasyahud dan Doa setelahnya
142.    Tasyahud hukumnya wajib, jika lupa harus sujud sahwi dua kali
143.    Membacanya dengan pelan
144.    Bentuk bacaannya:
: «التحيات لله والصلوات والطيبات السلام علي النبي ورحمة الله وبركاته السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمداً عبده ورسوله[16]»
         Artinya: “At tahiyat, shalawat dan kebaikan adalah milik Allah, salam atas nabi rahmat dan barakah dari Allah atasnya, dan salam atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang kecuali Allah dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya”[17]

145.    Setelah itu bershalawat kepada nabi shalallahu’alaihiwasallam:
 اللهم صل على محمد و على آل محمد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللهم بارك على محمد وعلى آل محمد كما باركت على إبراهيم وآل إبراهيم إنك حميد مجيد»
Artinya:”

146.    Kalau ingin ringkas bacalah:
 اللهم صل على محمد و على آل محمد و بارك على محمد وعلى آل محمد محمد كما صليت و باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد»
Artinya:

147.    Kemudian di dalam tasyahud ini memilih doa yang di contohkan nabi yang paling ia senangi, kemudian berdoalah dengannya ketika itu

Rakaat ketiga dan keempat
148.    Kemudian takbir, ini hukumnya wajib. Disunnahkan takbirnya ketika dalam keadaan duduk
149.    Kadang mengangkat dua tangannya
150.    Kemudian bangkit kerakaat ketiga. Ini adalah rukun seperti rakaat setelahnya
151.    Demikian pula dia lakukan ini ketika berdiri menuju rakaat keempat
152.    Akan tetapi duduk lurus dan sempurna terlebih dahulu di kaki kirinya hingga semua tulang kembali ke tempatnya
153.    Kemudian berdiri bertumpu dengan dua tangannya sebagaimana dia lakukan ketika hendak berdiri ke rakaat kedua
154.    Kemudian membaca surat Al fatihah dirakaat ketiga dan keempat dan ini hukumnya wajib
155.    Dan kadang boleh menambah dengan satu ayat atau lebih




Qunut Nazilah dan hukumnya
156.    Disunnahkan doa qunut dan mendoakan muslimin karena musibah menimpa mereka
157.    Tempatnya adalah ba’da ruku’, (setelah membaca): “Rabbana walakal hamdu”
158.    Tidak ada doa yang tetap, akan tetapi berdoa sesuai dengan kejadian yang menimpa muslimin
159.    Mengangkat dua tangannya ketika qunut nazilah
160.    Jika menjadi imam maka bacaan qunutnya dikeraskan
161.    Makmum mengaminkan doa imam tersebut
162.    Jika selesai, takbir kemudian sujud

Qunut witir, waktu dan bentuk bacaannya
163.    Adapun qunut witir disyariatkan juga tapi kadang-kadang
164.     Tempatnya adalah sebelum ruku, berbeda dengan qunut nazilah
165.    Berdoa dalam qunut witir ini dengan doa sebagai berikut:
 اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولني فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت فإنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يذل من واليت تباركت ربنا وتعاليت
166.    Doa ini adalah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak boleh ditambah. kecuali ditambah dengan shalawat kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena telah ada dari perbuatan para shahabat
167.    Kemudian ruku dan sujud dua kali, sebagaimana telah lewat

Tasyahud akhir dan Tawaruk
168.    Kemudian duduk tasyahud akhir, kedua tasyahud ini hukumnya wajib
169.    Dia lakukan seperti pada tasyahud pertama
170.    Akan tetapi dalam tasyahud akhir ini duduk tawaruk. Meletakkan pinggul kirinya ke bumi, mengeluarkan dua telapak kakinya di satu sisi, dan menjadikan telapak kiri di bawah betis kanan
171.    Menegakkan telapak kaki kanannya
172.    Kadang dibolehkan menghamparkannya
173.    Telapak tangannya yang kiri menggenggam lutut kiri dan bertumpu kepadanya

Wajibnya Shalawat kepada nabi Shalallahu alaihisallam dan berlindung dari perkara yang empat
174.    Dalam tasyahud ini diwajib bershalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, telah kami sebutkan dalam tasyahud awal sebagian bentuknya
175.    Dan wajib pula berlindung dari empat perkara,membaca:
اللهم إني أعوذ بك من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيا والممات ومن شر فتنة المسيح الدجال
         Artinya: “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari adzab jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati serta berlindung dari jeleknya fitnah masih dajjal”[18]

           
Doa sebelum salam
176.    Kemudian berdoa untuk dirinya yang ia inginkan dalam kitab dan sunnah. Doa dalam Al Qur’an dan sunnah itu banyak dan sangat baik, jika tidak ada (yang ia hafal) bisa berdoa dengan yang mudah dan bermanfaat untuk dunia dan agamnya


Salam dan Tata caranya
177.    Kemudian salam ke arah kanan, ini adalah rukun. Hingga terlihat putihnya pipi kanan
178.    Kemudian ke sebelah kiri hingga terlihat putihnya pipi kiri, walaupun dalam shalat jenazah
179.    Imam mengeraskan suaranya ketika salam, kecuali dalam shalat jenazah
180.    Salam ada berbagai macam cara:
1.      Membaca ke arah kanan:

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

               Membaca ke arah kiri:

السلام عليكم ورحمة الله

2.      Sama dengan yang pertama, tanpa ucapan: وبركاته
3.      Membaca ke arah kanan:
السلام عليكم ورحمة الله
ke arah kiri: السلام عليكم
4.      Salam satu kali ke arah depan, sedikit condong kearah kanan

Saudaraku muslim! Inilah yang bisa Kami lakukan dalam menulis: “Talkhis sifat shalat Nabi”. Kami berusaha untuk semakin mendekatkannya kepada pembaca hingga lebih jelas, tergambar dalam pikiran seakan anda melihatnya dengan dua mata anda sendiri. Jika anda telah shalat seperti yang kami sifatkan ini, dari tata cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami berharap Allah akan menerima darimu karena engkau telah mengamalkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
Artinya: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”
            Kemudian setelah itu janganlah anda lupa untuk bersungguh-sungguh dalam menghadirkan hati dan khusu’ dalam shalat, karena itu adalah tujuan yang besar dari berdirinya seorang hamba di hadapan Allah Ta’ala. Sebanding (sebesar) pengamalanmu dari khusu’ dan mengikuti shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam besarnya hasil yang diharapkan dan di isyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam firmannya:
Artinya: Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”
Terakhir, Aku minta kepada Allah untuk menerima shalat kita dan seluruh amalan kita, serta menyimpankan untuk kita pahalanya sampai hari ketemu dengan-Nya:
Artinya: Hari tidak bermanfaat ketika itu harta ataupun anak kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat”
Walhamdulillah

 





             









SUJUD SAHWI

DIAMBIL DARI RISALAH FIQIH
KARYA
SYAIKH MUHAMAD BIN SHALIH ALUTSAIMIN

PEERBIT ALMUBARAK







Sujud sahwi

            Sujud sahwi adalah satu nama bagi dua sujud yang dilakukan oleh  orang yang shalat untuk menambah kekurangan dalam shalatnya karena lupa. Sujud sahwi dilakukan karena: menambah gerakan shalat, mengurangi, dan ragu dalam hati.

1. Menambah shalat
            Jika seseorang menambah dalam shalatnya yaitu menambah berdiri, ruku’ atau  sujud dengan sengaja, maka batallah shalatnya, tapi jika dia melakukannya karena lupa dan tidak ingat penambahan tersebut sampai selesainya shalat, maka ia wajib sujud sahwi dan sah shalatnya.
            Namun bila dia ingat adanya penambahan tersebut ditengah-tengah shalat, wajib baginya kembali (ke tasyahud akhir,red) dan wajib pula (dia untuk,red) sujud sahwi serta shalatnya sah.

Misalnya:
»        jika seseorang shalat zhuhur lima rakaat dan baru teringat adanya tambahan ketika tasyahud (akhir di rakaat kelima,red), maka dia harus menyempurnakan tasyahudnya hingga salam lalu sujud sahwi kemudian salam lagi. (sujud sahwinya setelah salam,red).
»        Tapi jika ingat adanya tambahan setelah salam, maka dia sujud sahwi dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).
»        Jika dia ingat adanya tambahan ditengah rakaat kelima maka dia harus duduk ketika itu juga kemudian tasyahud (akhir,red) dan salam lalu sujud sahwi dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).

& Dalil akan hal itu adalah hadist Abdulah Bin Mas’ud: “Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat zhuhur lima rakaat, maka dikatakan padanya, apakah ada penambahan  shalat? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata :”Apakah itu?”, mereka berkata? “engkau tadi shalat lima rakaat, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sujud dua kali setelah itu beliau salam. Dalam riwayat lain : “Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melipat kedua kakinya menghadap kiblat lalu sujud dua kali dan salam.(Riwayat Jama’ah).

2. Salam sebelum sempurna shalat
            Salam sebelum sempurna shalat termasuk menambah shalat. Jika seorang melakukan salam sebelum sempurna  shalatnya dengan sengaja maka batallah shalatnya.    Jika dia melakukannya karena lupa dan dia ingat setelah selang waktu yang lama maka dia harus  mengulang shalat.
»                    Namun bila ingatnya pada selang waktu yang singkat seperti dua atau tiga menit kemudian, maka hendaknya dia menyempurnakan shalatnya kemudian salam, lalu sujud sahwi dan salam kembali. (sujud sahwinya setelah salam,red).

& Dalilnya hadits Abu Hurairah. :  Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat zhuhur atau ashar dengan mereka (para sahabat), beliau salam pada rakaat kedua, jama’ah pun keluar dari pintu -pintu masjid dengan segera seraya berkata :”shalat diqashar (diringkas,red)”. Nabi berdiri menuju tiang didepan masjid lalu bersandar seakan marah, berdirilah seseorang berkata : Wahai Rasulullah engkau lupa atau mengqashar shalat?, Nabi bersabda: “Aku tidak lupa dan pula mengqashar shalat “. Nabi pun bertanya kepada sahabat: ”apakah yang ditanyakan orang ini benar?”. Mereka menjawab: ”Ya”, Nabi melanjutkan shalatnya yang tersisa kemudian salam lalu sujud dua kali dan salam kembali”. (HR. Bukhari-Muslim).

Bagaimana dengan makmum yang masbuq (yang ketinggalan)?
            Jika imam salam sebelum shalatnya sempurna sedangkan ada makmum yang ketinggalan sebagian shalatnya (masbuq) dan dia tengah melaksanakan (menyempurnakan) shalatnya , kemudian imam teringat akan kekurangan shalatnya sehingga dia menyempurnakannya. Maka bagi makmum yang sedang menyempurnakan kekurangan shalatnya ini boleh memilih:
»   melanjutkan sendiri kekurangan shalatnya kemudian sujud sahwi, atau;
»   boleh pula kembali shalat dengan imam. Jika imam salam, dia menyempurnakan shalatnya yang kurang kemudian sujud sahwi setelah salam dan ini yang lebih utama dan lebih hati-hati (ikhtiyath).

3. Mengurangi
A. Kurang dalam melakukan rukun shalat.
»    Jika orang yang shalat kurang dalam melakukan rukun shalat, misalnya : dia tidak melakukan takbiratul ikhram maka shalatnya tidak teranggap (tidak sah). Sama saja apakah dia meninggalkannya dengan sengaja ataukah lupa.
»    Apabila yang ditinggalkan itu selain dari takbiratul ikhram, dan dia meninggalkannya dengan sengaja maka batalah shalatnya. Namun jika dia meninggalkannya karena lupa, hingga dia sampai kembali kepada rukun- rukun tersebut pada rakaat yang kedua maka rakaat pertamanya dianggap hilang dan rakaat yang kedua menggantikan kedudukan rakaat pertama.
»    Namun jika belum sampai pada rukun tersebut pada rakaat yang kedua, maka wajib baginya untuk kembali melakukan rukun yang ditinggalkannya. Dalam dua keadaan ini wajib untuk sujud sahwi setelah salam.

»        Contoh  : Seseorang lupa melakukan sujud kedua pada rakaat pertama kemudian teringat akan hal itu ketika duduk diantara dua sujud di rakaat kedua maka rakaat pertama dianggap hilang dan rakaat kedua dianggap sebagai rakaat pertama kemudian dia menyempurnakan shalatnya hingga salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi. (sujud sahwinya setelah salam,red).

»        Contoh lain: Seseorang lupa melakukan sujud kedua dan duduk diantara dua sujud pada rakaat pertama, dia ingat hal ini setelah berdiri dari ruku’(i’tidal) pada rakaat kedua, maka dia harus kembali dan duduk sujud kemudian menyempurnakan shalatnya setelah itu sujud sahwi dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).

B. Kurang dalam melakukan kewajiban
*                  Jika seseorang yang shalat meninggalkan satu kewajiban dari kewajiban kewajiban shalat dengan sengaja maka batalah shalatnya. Bila dia melakukannya karena lupa dan teringat sebelum pindah ke kewajiban (gerakan) lainnya. Maka hendaklah dia melakukan kewajiban itu dan dia dianggap tidak salah..
*                  Jika ingatnya setelah berpindah ke gerakan (kewajiban) lainnya tetapi belum sampai pada rukun yang lain, maka dia harus kembali untuk mengerjakan kewajiban tersebut kemudian menyempurnakan shalatnya dan setelah itu salam lalu sujud sahwi dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).
*                  Adapun bila teringat setelah sampai pada kewajiban yang lain maka gugurlah dan dia tidak perlu kembali lagi, dia harus melanjutkan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.  

Misalnya :
»      Seseorang bangkit dari sujud kedua pada rakaat kedua untuk berdiri ke rakaat ketiga dan lupa tasyahud awal kemudian dia ingat sebelum bangkit, maka dia tetap duduk melakukan tasyahud kemudian menyempurnakan shalatnya dalam hal ini dia tidak salah sedikit pun.
»      Jika ingatnya setelah bangkit dan belum sempurna berdirinya hendaknya dia kembali duduk dan bertasyahud menyempurnakan shalatnya hingga salam, kemudian sujud sahwi dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).
»      Jika ingatnya setelah sempurna berdiri gugurlah tasyahud darinya tidak perlu kembali lagi, kemudian dia harus menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebelum salam.
            Dalilnya : Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan lainnya: Dari Abdullah Bin Buhainah bahwa Nabi shalat zhuhur dengan mereka, kemudian mereka berdiri pada dua rakaat yang pertama tanpa duduk (yakni tidak tasyahud awal ) berdirilah manusia bersamanya hingga tatkala shalat telah selesai dan manusia menunggu salamnya, beliau takbir dalam keadaan duduk kemudian sujud dua kali sebelum salam dan salam.

4. Ragu-ragu (syak)
            Bimbang diantara dua perkara , dimana yang terjadi. Syak ( ragu ) tidak dianggap dalam ibadah pada tiga tempat.
a)      Jika hanya semata wahm (pertimbangan yang salah tentang sesuatu) yang tidak ada hakikatnya seperti was-was.
b)      Pada seseorang yang memang sering muncul keragu-raguan, selalu terjadi syak (ragu) dalam ibadahnya.
c)      Jika telah selesai dari ibadah tersebut, maka syaknya tidak dianggap selama belum yakin, kemudian dia berbuat menurut keyakinannya.

Contohnya :
            Seseorang yang shalat zhuhur. Tatkala selesai dari shalatnya, (dia syak apakah tadi,red) tiga rakaat atau empat . Syak seperti ini tidak dianggap sampai dia yakin kalau shalatnya hanya tiga rakaat, maka dia harus menyempurnakan shalatnya.
            Jika ingatnya tidak dengan selang waktu yang lama , kemudian salam dan sujud sahwi kemudian salam.
            Tapi jika selesainya setelah selang waktu yang lama maka dia harus mengulang shalat yang baru.

            Adapun syak pada selain tiga tempat ini, harus dianggap syak yang terjadi dalam shalat, dan tidak akan terlepas dari dua keadaan :
1.     Dia mempunyai pendapat yang kuat dari dua perkara yang diragukan tersebut, maka dia melanjutkan sesuai yang dia yakini yang lebih kuat, kemudian menyempurnakan shalatnya, kemudian salam dan sujud sahwi, kemudian salam lagi. (sujud sahwinya setelah salam,red).

Contohnya :
Seseorang yang shalat zhuhur kemudian dia ragu apakah sedang (tengah) melaksanakan rakaat kedua atau ketiga, tetapi dugaan yang lebih kuat dia sedang shalat pada rakaat yang ketiga, maka dia anggap sudah melaksanakan tiga rakaat kemudian ditambah satu rakaat dan salam, kemudian dia harus sujud sahwi  dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).

Dalilnya : Hadits yang terdapat dalam Shahihain (HR.Bukhari-Muslim) dari hadits Abdullah Bin Mas’ud bahwa Nabi bersabda (artinya): “Jika salah seorang kamu ragu dalam jumlah rakaatnya, carilah yang benar dan sempurnakanlah kemudian salam dan sujud sahwi dua kali”.

2.     Dia tidak memiliki dugaan yang kuat maka dia    beramal dengan yakin , yakni rakaat yang paling sedikit. Dia harus sempurnakan shalatnya kemudian sujud sebelum salam dan salam.

Contohnya :
Seseorang yang shalat kemudian dia ragu apakah sedang melaksanakan rakaat kedua atau ketiga. Dia tidak punya dugaan yang kuat apakah kedua atau ketiga, maka dia harus menjadikannya rakaat kedua kemudian tasyahud awal kemudian dia lanjutkan dengan dua rakaat setelahnya dan sujud sahwi serta salam . (sujud sahwinya sebelum salam,red).

Dalilnya : Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Said Al Khudri : Bahwa Nabi bersabda : ” Jika salah seorang kamu ragu dalam shalatnya dia tidak tahu telah shalat tiga atau empat rakaat. Hendaklah dibuang keraguannya dan melanjutkan yang ia yakini kemudian sujud sahwi dua kali dan salam. Jika  ternyata dia shalat lima rakaat, dua sujud tersebut akan menggenapkan shalatnya, jika shalatnya ternyata sempurna, dua sujud tersebut akan menjadi menghinakan syaitan”.

Diantara contoh syak juga :
            Jika seseorang datang pada waktu imam telah ruku‘, kemudian dia melakukan takbiratul ikhram dalam keadaan berdiri sempurna, setelah itu dia ruku ‘.kejadian seperti ini tidak akan terlepas dari tiga keadaan :
*                Dia yakin telah mendapatkan ruku’nya imam sebelum bangkit. Berarti dia telah mendapatkan rakaat dan gugur kewajiban membaca surat Al Fatihah .
*                Dia yakin imam telah bangkit dari rukuk sebelum dia mendapatkanya, maka berarti dia kehilangan satu rakaat.
*                Dia ragu apakah mendapatkan rukunya imam yang berarti mendapatkan satu rakaat, atau dia tidak mendapatkan rukunya yang berarti dia kehilangan satu rakaat. Maka:
·               Jika punya dugaan yang lebih kuat, maka dia harus melanjutkan sesuai dengan dugaannya tersebut , kemudian menyempurnakan shalatnya, setelah itu sujud sahwi dan salam, kecuali jika tidak ada yang luput dari shalatnya maka dia tidak wajib sujud sahwi .
·                Jika dia tidak punya dugaan yang mana yang benar, maka dia lakukan yang yakin (dia kehilangan satu rakaat), dia sempurnakan shalatnya kemudian sujud sahwi sebelum salam dan salam.

Faedah-faedah :
Jika seorang ragu dalam shalatnya dan melanjutkan menurut yang yakin atau dugaannya yang kuat sesuai dengan penjelasan yang telah disebutkan, kemudian dia mendapatkan kejelasan bahwa yang telah dilakukannya itu yang benar dengan tidak menambah atau mengurangi shalatnya, maka gugurlah kewajiban sujud sahwi atasnya menurut madzhab yang masyhur karena kehilangannya faktor yang mewajibkan sujud yaitu keraguan. Ada yang mengatakan kewajiban tersebut tidak gugur untuk menghinakan syaitan, karena sabda Nabi: “Jika shalat sempurna maka sujud sahwi sebagai penghinaan bagi syaitan”. Dan karena dia melakukan sebagian shalatnya dalam keadaan ragu (ketika dia ragu).

Contoh seperti tersebut diatas :
            Seseorang shalat kemudian ragu apakah sedang dalam rakaat kedua atau ketiga. Dia tidak punya pilihan (dugaan) yang kuat, kemudian dia menganggap baru dua rakaat dan menyempurnakan shalatnya. Kemudian dia mendapatkan kejelasan bahwa memang yang benar itu adalah dua rakaat maka menurut pendapat yang masyhur orang ini tidak wajib sujud sahwi, dan menurut pendapat yang kita kuatkan dia harus sujud sahwi, dan menurut pendapat yang kita kuatkan dia harus sujud sahwi sebelum salam.

Sujud sahwi atas makmum
            Jika seorang imam lupa,wajib bagi seorang makmum mengikutinya dalam sujud sahwi, karena sabda Nabi : “Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti janganlah menyelisihinya…(sampai pernyataan)...jika dia sujud, sujudlah”. (HR.Bukhari-Muslim dari hadits Abu Hurairah). 
            Sama saja apakah sujudnya imam sebelum salam atau sesudahnya, wajib atas seorang seorang makmum untuk mengikutinya, kecuali kalau dia itu masbuq, yakni telah ketinggalan sebagian shalat, maka dia tidak mengikuti sujud sahwinya imam. Maka yang dia lakukan (sujud sahwinya,red) setelah salam karena punya udzur, karena masbuq tidak mungkin salam bersama imamnya. Atas dasar ini dia harus membayar dengan menyempurnakan shalat yang ketinggalan dan salam kemudian sujud sahwi dan salam lagi. (sujud sahwinya setelah salam,red).

Contohnya :
       Seorang yang masuk jama’ah pada rakaat terakhir. Ketika itu imam wajib sujud sahwi setelah salam, maka jika imam salam orang yang masbuq itu harus berdiri untuk menyempurnakan shalat yang tertinggal dan jangan sujud bersama imam. Jika dia telah menyempurnakan shalat yang luput dia harus salam dan sujud sahwi setelah salam.
      Jika ma’mum lupa tetapi imam tidak lupa, tanpa kehilangan shalat sedikit pun maka dia tidak wajib sujud sahwi, karena kalau sujud sahwi, akan menyebabkan perselisihan dengan imam dan merusak mutaba’ahnya (mengikuti) pada imam, juga karena para shahabat meninggalkan tasyahud awal ketika Nabi lupa, maka berdiri bersama Rasulullah tidak duduk untuk tasyahud karena menjaga mutaba’ah dan tidak menyelisihinya .
            Namun jika lupanya makmum tersebut menyebabkan dia kehilangan shalat, dia lupa bersama imamnya atau lupa ketika dia menyempurnakan shalatnya yang kurang maka kewajiban sujud tidak gugur dari orang ini. Jika dia telah sempurna shalatnya, harus sujud sebelum salam atau setelahnya seperti penjelasan yang telah lewat.
Contohnya :
            Makmum yang lupa membaca dalam ruku’ dan dia tidak kehilangan shalat sedikitpun, maka dia tidak diwajibkan sujud sahwi.
Contoh lain :
            makmum shalat zhuhur bersama imamnya. Setelah imam berdiri ke rakaat yang keempat, makmum tersebut duduk karena menyangka imam tengah menyelesaikan rakaat yang terakhir. Ketika tahu imam tahu berdiri, dia pun kemudian berdiri . Jika kehilangan sedikit saja dari shalat maka tidak wajib sujud sahwi, tapi jika kehilangan satu rakaat atau lebih dia harus menggantinya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam. (sujud sahwinya setelah salam,red).


Kesimpulan
            Jelaslah bagi kita dari penjelasan di atas, bahwa sujud sahwi kadang-kadang dilakukan sebelum salam dan terkadang setelahnya.

Sujud sahwi dilakukan sebelum salam ada dua keadaan :
1.     Jika kurang dalam shalat, karena hadits Abdullah Bin Buhainah bahwasanya Nabi sujud sahwi sebelum salam ketika meninggalkan tasyahud awal. Lafadz keseluruhan hadits ini telah disebutkan sebelumnya.
2.     Jika ragu dalam shalat dan tidak bisa menentukan mana yang benar (lebih kuat), karena hadits Abu Sa’id Al Khudri tentang orang yang ragu dalam shalatnya, dan tidak tahu telah berapa rakaat shalatnya, tiga rakaat atau empat rakat, Nabi memerintahkannya untuk sujud dua kali sebelum salam. Lafadz keseluruhan hadits ini telah disebutkan sebelumnya.

Sujud sahwi yang dilakukan setelah salam ada dua keadaan:
1.      Karena hadits Abdullah Bin Mas’ud ketika Nabi shalat zhuhur lima rakaat para shahabat pun mengingatkannya setelah salam, Rasullullah pun sujud dua kali dan salam tanpa menjelaskan sujudnya setelah salam, itu dikarenakan dia telah adanya tambahan ketika telah selesai shalat. Ini menunjukan sujud sahwi karena lebih dalam shalat dikerjakan sesudah salam, baik dia tahunya sebelum atau setelah shalat selesai.
Diantaranya :
            Jika salam sebelum sempurnanya shalat karena lupa kemudian dia ingat lalu menyempurnakan shalatnya, sesungguhnya dia telah menambah salam ditengah shalatnya, diapun harus sujud sebelum salam , karena hadits Abu Hurairah ketika Nabi pada rakaat kedua pada shalat zhuhur atau ashar para sahabat pun mengimgatkanya maka beliau menyempurnakan shalatnya dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. Lafadz keseluruhan hadits ini telah disebutkan sebelumya .
2.      Jika ragu tapi punya perkiraan yang dominan, karena hadits Ibnu Mas’ud bahwa Nabi menyuruh orang yang ragu dalam shalatnya untuk mencari yang benar, kemudian menyempurnakannya, kemudian salam dan sujud sahwi. Lafafdz keseluruhan hadits ini telah disebutkan sebelumnya .

           
Faidah:
            Jika dia lupa dua kali, yang satu harus mengharuskan sujud sebelum salam dan yang lain harus sujud setelahnya. Para ulama menyatakan yang dominan adalah yang sebelum salam, maka dia harus sujud sahwi sebelum salam.
Contohnya :
Seserang shalat zhuhur, dan pada rakaat ketiga langsung berdiri tanpa tasyahud awal (kelupaan pertama,red), dan pada rakaat ketiga menyangka kalau dia shalat baru dua rakaat (kelupaan kedua,red), tapi ingat lagi bahwa itu rakaat ketiga. Maka dia harus berdiri dan melakukan satu rakaat lagi serta sujud sahwi kemudian salam. Orang ini meninggalkan tasyahud awal maka harus sujud sahwi sebelum salam dan dia juga menambah duduk di rakaat ketiga maka harus sujud sahwi setelah salam. Maka sujud setelah salam lebih dominan daripada sujud sebelum salam. Wallahu a’lam.
              kepada Allah-lah aku meminta agar dia memberi taufik kepada kami dan kepada saudara-saudara kami yang muslim untuk memahami kitab-nya dan sunah rasulullah dan beramal dengannya lahir dan bathin dalam masalah aqidah,ibadah,muamalah,dan agar Allah membaikan hari akhir kita semuanya . Dialah yang maha dermawan dan maha bijaksana.







[1] Saya katakan: Dalam hadits ini ada isyarat yang lembut bahwasanya tidak dibolehkan menyimpan sandal di hadapannya, adab ini telah dilanggar oleh kebanyakan muslimin, kita lihat mereka shalat menghadap sandal-sandal mereka.
[2] Saya katakan: Dari sini kita tahu bahwa apa yang dilakukan di mesjid-mesjid yang kita lihat di Suriah dan lainnya yaitu melaksanakan shalat di tengah mesjid jauh dari tembok atau tiang adalah kelalaian dari perintah dan perbuatan nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
[3] Yaitu kayu yang ada di belakang rahl. (Rahl) bagi onta sama dengan pelana bagi kuda. Dalam hadits ini ada isyarat bahwa garis di bumi (lantai-pent) tidaklah cukup, hadits yang teriwayatkan (tentang bolehnya-pent) dhaif.
[4] Adapun hadits yang menrangkan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat disekitar tempat thawaf dan orang-orang lewat dihadapannya adalah hadits yang tidak shahih. Dalam hadits ini juga tidak ada penjelasan mereka lewat diantara beliau dan tempat sujudnya
[5] Yakni yang mengharamkan perkara yang diharamkan Allah dalam shalat, demikian juga makna penghalalnya yakni yang menghalalkan untuk mengamalkan amalan di luar shalat. Yang di maksud tahlil dan tahrim adalah penghalal dan pengharam
[6] Saya katakan: Adapun menyentuh dua ujung telinga dengan dua ibu jari, tidak ada dalam sunnah. Bahkan itu menurutku adalah termasuk was-was
[7] Adapun apa yang dianggap baik oleh orang sekarang yaitu menggabungkan antara meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dan menggenggamnya dalam satu waktu tidaklah ada asalnya dalam sunnah
[8] Saya katakan: “Meletakkannya selain di dada dalilnya dhaif atau bahkan tidak ada asalnya
[9] Barang siapa yang ingin melihat bentuk doa-doa yang lainnya, lihatlah: “Shifat shalat” (hal:83-89) cetakan kelima, keenam dan ketujuh
[10] Saya katakan: Aku telah menyebutkan sandaran pendapat mereka serta bantahannya dalam silsilah “Hadits-hsdits dhaifah” no: (546 dan 547)
[11] Penjelasan rinci masalah ini, lihatlah kalau mau dalam “Shifat shalat” (Hal:106-125) dari cetakan kedelapan
[12] Ada juga dzikir-dzikir yang lainnya yang di ucapkan dalam rukun ini, ada yang panjang, sedang  dan ada pula yang pendek. Lihatlah: “Shifat shalat Nabi” (Hal: 136 cet. Ketujuh)
[13] Ada pula dzkir-dzikir lain yang di baca dalam rukun ini, lihatlah “Shifat Shalat Nabi” (Hal:153 cet. Ketujuh)
[14] Tidak disyariatkan meletakkan tangan kanan di tangan kiri ketika berdiri dalam rukun ini, karena tidak ada riwayatnya. Jika ingin pembahasan lebar lihatlah: “Shifat Shalat Nabi”
[15] Dalam rukun ini juga ada dzikir-dzikir lainnya, anda bisa lihat di “Shifat Shalat” (Hal:153)
[16] Inilah lafadz yang disyariatkan setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat. Telah shahih amalan seperti ini dalam tasyahudnya Ibnu Mas’ud, Aisyah, Ibnu Zubair, Abdullah bin Abbas radiyallahuanhum. Barang siapa yang ingin penjelasan rinci hendaknya membaca kitabku “Shifat shalat” (Hal:173-175)

[17] Dalam kitabku yang disebutkan tadi ada bentuk lafadz-lafadz lain yang shahih, apa yang aku sebutkan disini adalah yang paling shahih
[18] Fitnah “hidup” adalah yang datang kepada seorang hamba didalam hidupnya berupa fitnah dunia dan syahwatnya. Fitnah “kematian” yakni fitnah kubur dan pertanyaan dua malaikat. Fitnah “Masihid dajjal” adalah apa yang tampak dari kedua tangannya berupa keanehan-keanehan yang sesat karenanya kebanyakan manusia serta mengikutinya dan dia mengaku sebagai tuhan